Jumat, 23 November 2012

KEPEMIMPINAN



KEPEMIMPINAN 


 OLEH: KELOMPOK 1
FILIPUS HENDRA .T                     (A31112257)
DEWI LARASWATI                       (A31112282)
MUTMAINNAH. SM                   (A31112315)
SADRUDDIN                                  (A21112107)
FADHILAH M IKHSAN                (A21112259)


Kepemimpinan
Manajer versus pemimpin
Haruskah semua manajer menjadi pemimpin ?, sebaliknya, haruskah semua pemimpin itu manajer? Karena belum ada yang mampu membuktikan melalui riset atau argumentasi penalaran bahwa kemampuan kepemimpinan merupakan halangan bagi manajer, kita boleh mengatakan bahwa manajer itu idealnya haruslah juga menjadi pemimpin.
Oleh karena itu, definisi pemimpin adalah orang yang mampu memengaruhi orang  lain dan memiliki wewenang manajerial. Lalu apa itu kepemimpinan? Kepemimpinan adalah proses memengaruhi kelompok menuju tercapainya sasaran.
Teori kepemimpinan awal
Kepemimpinan selalu menjadi isu yang sangat diperhatikan dari awal orang-orang berkumpul ke dalam kelompok untuk mencapai sasaran. Akan tetapi, tidak sampai permulaan abad keduapuluh para peneliti mulai mempelajari kepemimpinan. Teori-teori kepemimpinan awal itu berfokus pada pemimpin (teori ciri) dan cara pemimpin itu berinteraksi dengan anggota kelompoknya (teori perilaku).
·         Teori ciri
Riset kepemimpinan di tahun 1920-an dan 1930-an berfokus pada ciri pemimpin karakteristik yang mungkin digunakan untuk membedakan pemimpin dari  non  pemimpin. Maksudnya adalah mengisolasi saru ciri  atau lebih yang dimiliki pemimpin, tetapi tidak memiliki non pemimpin. Beberapa ciri yang  dipelajari itu meliputi postur fisik, penampilan, kelas social, stabilitas emosi, kecekatan berpidato, dan kemampuan bersosialisasi. Adapun tujuh ciri yang terkait dengan kepemimpinan yang efektif meliputi hasrat, keinginan memimpin, kejujuran dan integritas,kepercayaan diri, kecerdasan, dan pengetahuan yang  terkait dengan pekerjaan dan ekstraversi.
·         Teori perilaku
Teori-teori kepemimpinan yang mengenali perilaku dengan membedakan antara pemimpin yang efektif dan yang tidak efektif. Para peneliti berharap bahwa pendekatan teori perilaku akan memberikan jawaban yang lebih pasti tentang sifat kepemimpinan daripada teori ciri perilaku. Ada 4 studi perilaku pemimpin utama yang perlu kita lihat :
1.       Studi Universitas Iowa
Studi universitas iowa mempelajari tiga gaya kepemimpinan. Gaya otokratis menggambarkan pemimpin yang cenderung memusatkan wewenang, mendiktekan metode kerja, membuat keputusan unilateral, dan membatasi partisipasi karyawan.  Gaya demokratis menggambarkan pemimpin yang cenderung melibatkan karyawan dalam mengambil keputusan, mendelegasikan wewenang, mendorong partisipasi dalam memutuskan metode dan sasaran kerja, dan menggunakan umpan balik sebagai peluang untuk melatih karyawan. Gaya laissez-faire menggambarkan pemimpin yang umumnya memberi kelompok kebebasan penuh untuk membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan dengan cara apa saja yang dianggap sesuai .
2.       Studi Ohio State
Studi ohio state mengenali dua dimensi penting perilaku pemimpin.  Dimensi yang pertama disebut pengusulan struktur, yaitu mengacu pada seperti apa pemimpin mendefinisikan dan menyusun peranannya dan peran anggota kelompok untuk mencapai sasaran. Dimensi itu meliputi perilaku yang mencakup usaha mengorganisasi pekerjaan, hubungan kerja, dan sasaran. Dimensi yang kedua disebut pertimbangan, yang didefinisikan sebagai seberapa jauh hubungan kerja pemimpin bercirikan saling percaya dan hormat terhadap ide dan perasaan para anggota kelompok.
3.       Studi  Universitas Michigan
Kelompok Michigan menghasilkan dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu berorientasi karyawan dan berorientasi produksi. Pemimpin yang berorientasi karyawan digambarkan menekankan hubungan antar pribadi; mereka memberikan perhatian pribadi ke kebutuhan para pengikutnya dan menerima perbedaan individu antar anggota kelompok. Pemimpin yang berorientasi produksi, sebaliknya, cenderung menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan, sangat memerhatikan penyelesaian tugas kelompoknya, dan menganggap anggota kelompok sebagai sarana untuk mencapai hasil.
4.       Kisi manajerial
Dimensi perilaku dari studi kepemimpinan awal itu menjadi dasar untuk pengembangan kisi-kisi dua dimensi untuk menilai gaya kepemimpinan. Kisi-kisi manajerial itu menggunakan dimensi perilaku “memerhatikan orang”dan “memerhatikan produksi”. Memerhatikan orang yaitu dengan mengukur perhatian pemimpin terhadap bawahan (rendah sampai tinggi). Memerhatikan produksi yaitu dengan mengukur perhatian pemimpin untuk menyelesaikan pekerjaan pada skala 1 sampai 9 (rendah sampai tinggi).

Teori Kepemimpinan  Kontingensi
Dalam bagian ini kami ingin membalas empat teori kontingensi; teori Fiedler, Hershey-Blanchard, partisipasi pemimpin, dan model alur sasaran. Masing-masing melihat pendefinisian gaya kepemimpinan dan situasi serta usaha untuk menjawab kontingensi jika-maka (jika situasi saya seperti ini, maka gaya kepemimpinan terbaik yang dapat saya gunakan adalah seperti ini).
·         Model Fiedler
Model kontingensi fiedler mengemukakan bahwa kinerja kelompok yang efektif tergantung pada perpaduan yang memadai antara gaya interaksi pemimpin dengan bawahannya, serta situasi yang memungkinkan pemimpin mengendalikan dan memengaruhi. Riset Fiedler menyingkapkan tiga dimensi kontingensi yang mendefinisikan factor-faktor situasi utama untuk menentukan efektifitas pemimpin, yakni :
1.       Hubungan pemimpin-anggota : tingkat kepercayaan, keyakinan, dan rasa hormat bawahan terhadap pemimpin mereka; diperingkat sebagai baik atau buruk.
2.       Struktur tugas : tingkat formalisasi dan pemroseduran tugas-tugas kerja; diperingkat sebagai tinggi atau rendah
3.       Sekuasaan posisi : tingkat pengaruh pemimpin terhadap kegiatan-kegiatan yang didasarkan pada kekuasaan, seperti memperkerjakan, memecat, menerbitkan, menaikkan pangkat, dan menaikkan gaji; diperingkat sebagai kuat atau lemah.
·         Teori kepemimpinan situasional Hershey dan Blanchard
Paul Hershey dan Ken Blanchard telah membangun teori kepemimpinan yang memperoleh  pengikut yang kuat dari para spesialis pengembangan manajemen. Model yang disebut teori kepemimpinan situasional (SLT, situational leadership theory) itu adalah teori kontingensi yang berfokus pada kesiapan para pengikutnya. SLT menggunakan kedua dimensi kepemimpinan yang sama dengan yang disebutkan oleh Fiedler. Akan tetapi , Hershey dan Blanchard melangkah lebih jauh dengan mempertimbangkan masing-masing sebagai tinggi atau rendah dan kemudian menggabungkannya ke dalam empat gaya kepemimpinan tertentu yang digambarkan sebagai berikut .
1.       Mengatakan (tugas tinggi-hubungan rendah): pemimpin mendefinisikan peran dan member tahu orang apa, bagaimana, kapan, dan di mana harus melakukan berbagai tugas.
2.       Menjual (tugas tinggi-hubungan tinggi): pemimpin memberikan perilaku arahan dan bantuan.
3.       Berpartisipasi (tugas rendah hubungan tinggi): pemimpin dan pengikutnya berbagi pengambilan keputusan; peran utama pemimpin adalah memfasilitasi dan berkomunikasi.
4.       Mendelegasikan (tugas rendah-hubungan rendah): pemimpin memberikan sedikit arahan atau bantuan.
·         Model partisipasi pemimpin
Model kontingensi awal lainnya dikembangkan oleh Victor Vroom dan Philip Yetton adalah Model partisipasi dalam pembuatan keputusan. Model yang dikembangkan pada awal 1970-an itu mengatakan bahwa perilaku pemimpin harus disesuaikan supaya dapat mencerminkan struktur tugasnya-yang bersifat rutin, non-rutin, atau di antara keduanya. Model partisipasi pemimpin telah berubah karena berbagai  studi senantiasa memberikan pandangan dan pemahaman tambahan atas gaya  kepemimpinan yang efektif. Model terkini  mencerminkan keputusan bagaimana dan dengan  siapa dibuat dan menggunakan variasi dari lima gaya kepemimpinan yang sama yang dikenali  dengan model asli seperti berikut :
1.       Mengambil keputusan : pemimpin membuat keputusan sendiri dan mengumumkannya atau menjualnya ke kelompok.
2.       Berkonsultasi secara perorangan : pemimpin mempresentasikan masalah ke anggota kelompok secara perorangan, memperoleh nasihat mereka, dan kemudian membuat keputusan.
3.       Berkonsultasi secara kelompok : pemimpin mempresentasikan masalah ke anggota kelompok dalam pertemuan, memperoleh nasihat mereka, dan kemudian membuat keputusan.
4.       Memfasilitasi : pemimpin mempresentasikan masalah ke kelompok dalam pertemuan dan bertindak sebagai fasilitator, mendefinisikan masalah dan batas-batas keputusan yang harus dibuat.
5.       Mendelegasikan : pemimpin mengizinkan kelompok membuat keputusan di dalam batasan yang telah dirumuskan.

·         Model alur-sasaran
Sekarang ini, salah satu pendekatan yang paling dihargai untuk memahami kepemimpinan adalah teori alur-sasaran, yang menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah membantu pengikut-pengikutnya mencapai sasaran mereka dan memberikan arahan dan dukungan yang perlu guna menjamin agar sasaran itu cocok dengan tujuan keseluruhan kelompok atau organisasi tersebut. Teori alur-sasaran yang dikembangkan oleh Robert House itu merupakan model kepemimpinan kontingensi yang mengambil unsur-unsur kunci teori pengharapan tentang motivasi. Istilah “alur-sasaran” diambil dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif itu memperjelas alur untuk membantu pengikut mereka berangkat dari tempat mereka berada ke pencapaian sasaran kerja dan membuat perjalanan melalui alur itu lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan jebakan di jalan.
House mengidentifikasikan empat perilaku pemimpin sebagai berikut :
1.       Pemimpin yang direktif (mengarahkan) : member kesempatan bawahan mengetahui apa yang diharapkan dari diri mereka, menjadwal pekerjaan yang harus dilakukan, dan memberi bimbingan spesifik mengenai cara menyelesaikan tugas.
2.       Pemimpin yang suportif (membantu) : bersikap bersahabat dan peduli terhadap kebutuhan bawahan .
3.       Pemimpin yang partisipatif (berpartisipasi) : berunding dengan bawahan dan menggunakan saran mereka sebelum membuat keputusan.
4.       Pemimpin yang berorientasi prestasi : menentukan sasaran yang menantang dan mengharapkan bawahan bekerja pada tingkat yang paling tinggi.

Pendekatan terbaru pada kepemimpinan
Dalam bagian ini, kita ingin melihat tiga pendekatan kontemporer di bidang kepemimpinan yang mencakup kepemimpinan transformasional-transaksional , kepemimpinan kharismatis-visionari, dan kepemimpinan tim.
·         Kepemimpinan transformasi-transaksional
Kebanyakan teori kepemimpinan yang disajikan dalam bab ini telah menggambarkan pemimpin transaksional, yaitu pemimpin yang membimbing atau memotivasi pengikutnya menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas peran dan persyaratan tugas. Namun, ada jenis pemimpin lain yang member inspirasi pengikutnya untuk bertindak melebihi kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mampu mempunyai dampak yang dalam dan luar biasa pada pengikutnya.  Mereka adalah pemimpin transformasional.
·         Kepemimpinan kharismatik – visioner
Jeff Bezos, pendiri dan CEO Amazon.com, adalah seseorang yang memancarkan energy, antusiasme, dan gerak. Bezos adalah pemimpin kharismatik, yakni pemimpin yang antusias dan percaya diri yang kepribadian dan tindakannya memengaruhi orang untuk berperilaku dengan cara tertentu. Kepemimpinan visioner melampaui karisma karena kemampuannya menciptakan dan menyatakan visi yang realitas, layak dipercaya, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tumbuh dan memperbaiki situasi sekarang.

·         Kepemimpinan tim
Kepemimpinan makin banyak berlangsung di dalam konteks tim. Karena semakin banyak organisasi menggunakan tim, peran pemimpin dalam membimbing anggota-anggota tim menjadi semakin penting. Peranan pemimpin tim; pertama, pemimpin tim adalah penghubung dengan pihak luar. Pihak luar dapat mencakup manajemen yang lebih ata,  tim internal lain, pelanggan, atau pemasok. Selanjutnya, pemimpin tim adalah penyelesaian masalah. Apabila tim itu menghadapi masalah dan minta bantuan, pemimpin tim hadir dalam rapat dan membantu mencoba memecahkan masalah itu. Ketiga, pemimpin tim adalah manajer konflik. Apabila muncul pertikaian, pemimpin membantu memproses konflik itu. Pada akhirnya, pemimpin tim adalah Pembina. Mereka memperjelas harapan dan peran,mengajar, menawarkan dukungan, memberi semangat, dan melakukan apa saja yang perlu untuk membantu para anggota tim mempertahankan tingkat kinerja mereka yang tinggi.

Isu kepemimpinan di abad kedua puluh satu
Para pemimpin diabad kedua puluh satu menghadapi beberapa isu kepemimpinan yang penting. Dalam bagian ini, kita akan melihat beberapa isu tersebut yang meliputi mengelola kekuasaan, membangun kepercayaan, memberikan kepemimpinan moral, memberikan kepemimpinan online, member wewenang pada karyawan, kepemimpinan antar budaya, perbedaan jenis kelamin dalam kepemimpinan, kematian dari kepemimpinan yang heroic, dan menjadi pemimpin yang efektif.
·         Mengelola karyawan
Lima sumber kekuasaan pemimpin telah dikenali :
1.       Kekuasaan legitimasi dan wewenang adalah sama. Kekuasaan legitimasi merupakan kekuasaan yang dimiliki seseorang sebagai hasil kedudukannya dalam hirarki organisasi formal
2.       Kekuasaan pemaksaan adalah kekuasaan yang ada pada kemampuan pemimpin untuk menghukum atau mengendalikan.
3.       Kekuasaan pemberian imbalan adalah kekuasaan untuk memberikan manfaat atau imbalan positif.
4.       Kekuasaan keahlian adalah pengaruh yang didasarkan pada keahlian, keterampilan, khusus, atau ilmu pengetahuan.
5.       Kekuasaan acuan adalah kekuasaan yang muncul karena adanya  sumber daya atau ciri pribadi yang dikehendaki.
·         Membangun kepercayaan
Dalam lingkungan yang tidak pasti sekarang ini, pertimbangan yang penting bagi pemimpin adalah membangun kepercayaan dan kredibilitas. Kredibilitas menggambarkan pengikut-pengikut menganggap seseorang sebagai jujur, kompeten, dan mampu menimbulkan ilham. Sedangkan kepercayaan adalah keyakinan akan integritas watak dan kemampuan seorang pemimpin. Riset telah mengidentifikasi lima dimensi yang membentuk konsep kepercayaan :
1.       Integritas : kejujuran dan kelugasan
2.       Kompetensi : pengetahuan dan keterampilan teknis serta antarpribadi
3.       Konsistensi : keandalan, kemampuan diramalkan, dan penilaian yang baik dalam menangani situasi
4.       Loyalitas : kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan fisik dan perasaan seseorang
5.       Keterbukaan : kerelaan untuk berbagi ide dan informasi secara bebas
·         Memberikan kepemimpinan local
Topik tentang kepemimpinan dan etika secara mengejutkan hanya menerima sedikit perhatian. Hanya baru-baru ini para peneliti etika dan kepemimpinan mulai mempertimbangkan dampak etika dalam kepemimpinan. Mengapa sekarang? Satu alasan yang mungkin adalah makin besarnya minat umum dalam etika di seluruh bidang manajemen. Ketika orang-orang mendengar tentang pelanggaran keuangan, tidak heran karyawan menuntut pemimpin perusahaan harus melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam memberikan kepemimpinan moral dan etika. Etika adalah bagian dari kepemimpinan dalam berbagai cara. Misalnya, pemimpin transformasional membidani sifat moral ketika mereka berusaha untuk mengubah sikap dan perilaku para bawahannya.
·         Memberikan kepemimpinan online
Dalam lingkungan virtual, pemimpin mungkin perlu mempelajari keahlian komunikasi baru agar tampak efektif. Untuk menyampaikan kepemimpinan online secara efektif, manajer harus menyadari bahwa mereka mempunyai pilihan dalam kata-kata, struktur , nada dan gaya komunikasi digitalnya dan waspada terhadap ekspresi emosi. Salah satu tantangan dalam kepemimpinan online adalah mengelola  kinerja. Bagaimana caranya? Dengan mendefinisikan, memfasilitasi, dan mendorongnya. Ketika pemimpin mendefinisikan kinerja, adalah penting untuk memastikan semua anggota tim virtual memahami tujuan ini, tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan itu, dan bagaimana pencapaian tujuan akan dinilai. Pemimpin online juga harus bertanggung jawab untuk memfasilitasi kinerja. Ini berarti mengurangi atau menghapuskan hambatan untuk kinerja yang sukses dan memberikan sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaan. Akhirnya, pemimpin online bertanggung jawab untuk mendorong kinerja dengan memberikan imbalan yang layak yang benar-benar dihargai oleh karyawan virtual.
·         Memberdayakan pada karyawan
Para manajer semakin banyak memimpin melalui pemberdayaan karyawan mereka. Pemberdayaan meliputi meningkatkan keleluasaan pengambilan keputusan bagi para karyawan. Berjuta-juta karyawan dan tim karyawan membuat keputusan operasi utama yang langsung memengaruhi pekerjaan mereka. Mengapa semakin banyak perusahaan memberdayakan karyawannya? Salah satu alasannya adalah perlunya keputusan cepat oleh mereka yang paling mengetahui permasalahan-sering mereka adalah orang di tingkat organisasi yang lebih rendah.
·         Kepemimpinan antar budaya
Kesimpulan umum yang muncul dari riset kepemimpinan ialah para pemimpin yang efektif tidak menggunakan satu gaya saja. Mereka menyesuaikan gaya dengan situasinya. Meskipun tidak disebut secara tegas, budaya nasional tentu merupakan variabel situasi yang penting dalam menentukan gaya kepemimpinan yang paling efektif. Budaya nasional dapat memengaruhi kepemimpinan karena memengaruhi cara bawahannya merespon. Pemimpin tidak dapat (dan tidak seharusnya) memilih gaya sesuka hati. Mereka dibatasi oleh kondisi budaya yang dianut bawahannya. Beberapa orang menganjurkan daya tarik universal dari karakterisktik pemimpin transformasional ini diperlukan untuk menekan menuju teknologi yang umum dan praktik manajemen, sebagai akibat dari daya saing global dan pengaruh multinasional.
·         Perbedaan jenis kelamin dan kepemimpinan
Dahulu ada masa ketika pertanyaan, “apakah kaum pria dan kaum wanita itu memimpin dengan cara yang berbeda?”dapat dengan tepat dicap sebagai masalah yang sangat akademis-menarik, tetapi tidak terlalu relevan. Hal itu jelas tidak berlaku lagi sekarang! Berjuta-juta kaum wanita sekarang ini menduduki posisi manajemen. Berjuta-juta lagi akan terus bergabung ke jajaran manajemen. Sejumlah kajian telah memusatkan perhatian pada gender dan gaya kepemimpinan telah diselenggarakan dalam tahun-tahun belakangan ini. Kesimpulan umumnya ialah bahwa pria dan wanita memang menggunakan gaya yang berlainan. Lebih khusus, kaum wanita cenderung menempuh gaya yang lebih demokratis atau partisipatif dan kurang otokratis atau direktif disbanding gaya kaum pria. Kaum wanita lebih cenderung mendorong keikutsertaan , berbagai informasi dan kekuasaan dan berusaha meningkatkan harga diri para bawahan. Jadi walaupun gaya kepemimpinan pria dan wanita berbeda , kita sebaiknya jangan menganggap bahwa salah satu selalu lebih disukai daripada yang lain.
·         Kematian Kepemimpinan yang heroic.
Pemimpin bisnis tampaknya kehilangan kemasyhurannya. Kapan dan bagaimana pemimpin perusahaan beralih dari visioner, pahlawan yang dikenang selama hidup yang terkenal hampir seperti bintang rock, menjadi dimaki-maki seperti penjahat. Kematian pandangan “pemimpin yang  heroic” di abad kedua puluh satu disebabkan oleh arogansi, ketamakan, dan hype.  Tapi pada kenyataannya, pemimpin perusahaan seharusnya jangan pernah dianggap sebagai pahlawan super pada awalnya. Mereka tak mempunyai semua jawaban. Dan mereka tentu tak dapat  menjalankan perusahaan sendirian. Mitos “CEO penyelamat” yang dapat sendirian meluaskan dan memperkaya perusahaan hanyalah suatau mitos berdasar pada ide yang mempunyai visi dan kemampuan untuk mengilhami orang lain untuk mencapai visi yang membuat CEO bernilai ratusan juta dolar yang dibayar oleh mereka. Walaupun pemimpin heroic ini mungkin tak nyata, ini tak berarti CEO tak berkaitan. Malahan, peranan sebagai pemimpin organisasional perlu diubah.
·         Menjadi  pemimpin yang efektif
Organisasi memerlukan pemimpin yang efektif. Dua hal yang berhubungan untuk menjadi pemimpin yang efektif adalah pelatihan pemimpin dan menyadari bahwa kadang kala menjadi pemimpin yang efektif berarti tak memimpin.
1.       Pelatihan pemimpin
Organisasi di seluruh dunia menghabiskan miliaran dolar, yen, dan euro pada pelatihan kepemimpinan dan pengembangan. Walaupun banyak uang telah dihabiskan untuk pelatihann dan memberikan keuntungan berlipat ganda, ulasan kita menganjurkan bahwa ada beberapa hal yang dapat dilakukan manajer untuk memperoleh efek yang maksimal dari pelatihan kepemimpinan. Pertama, mari kita kenali yang nyata. Beberapa orang tak mempunyai apa yang diperlukan untukmenjadi seorang pemimpin. Contohnya, bukti menunjukkan bahwa pelatiihan kepemimpinan cenderung lebih sukses pada seseorang yang dapat memonitor dirinya sendiri dengan baik daripada mereka yang kurang baik dalam memonitor dirinya sendiri. Orang-orang semacam itu mempunyai keluwesan untuk mengubah perilaku mereka ketika ada situasi yang berbeda . Selain itu, organisasi dapat menemukan bahwa orang-orang dengan tingkat ciri yang lebih tinggi yang disebut motivasi untuk memimpin lebih dapat diterima pada peluang pengembangan kepemimpinan.
2.       Kadang-kadang kepemimpinan itu tidak relevan
Pendapat bahwa beberapa gaya kepemimpinan tertentu akan senantiasa efektif tanpa memerhatikan situasinya mungkin tidak  benar. Kepemimpinan mungkin tidak senantiasa penting ! Data dari banyak studi menunjukkan bahwa, dalam banyak situasi, setiap perilaku yang disampaikan oleh pemimpin tidaklah relevan. Dengan kata lain, individu, jabatan, dan variabel organisasi tertentu dapat berfungsi sebagai “pengganti pemimpin”, menyangkal pengaruh itu. Misalnya, karakteristik bawahan seperti pengalaman, latihan, orientasi “profesional,” atau kebutuhan akan kebebasan dapat menetralisir pengaruh pemimpin. Karakteristik itu dapat menggantikan kebutuhan bawahan akan dukungan atau kemampuan pemimpin menciptakan struktur dan mengurangi ambiguitas tugas. Demikian juga, pekerjaan-pekerjaan yang pada dasarnya tidak ambigu dan rutin atau yang secara instrinsik memuaskan akan menuntut sedikit saja variabel kepemimpinan itu. Akhirnya, karakteristik organisasi, seperti sasaran formal yang tegas, prosedur, dan peraturan yang kaku, atau kelompok kerja yang erat dapat berfungsi menggantikan kepemimpinan formal.

Selasa, 06 November 2012

MENGELOLA PERUBAHAN DAN INOVASI


MENGELOLA PERUBAHAN DAN INOVASI


OLEH
ANGGA
MUHAMMAD FAIZAL
ISMI HIDAYAH
SISILIA EVA MARLIM NENGSIH
RIFALDI EKA SAPUTRA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012


PEMBAHASAN

A.           KEKUATAN-KEKUATAN PENYEBAB PERUBAHAN
1.    Kekuatan-kekuatan eksternal
Perubahan organisasi terjadi karena adanya perubahan-perubahan dalam berbagai variable eksternal seperti system politik, ekonomi, teknologi, pasar, dan nilai-nilai. Kenaikan biaya dan kelangkaan berbagai SDA, keamanan karyawan dan peraturan-peraturan anti polusi, boikot pelanggan adalah beberapa contoh factor-faktor lingkungan yang merubah kehidupan orang baik sebagai karyawan maupun langgganan dalam tahun-tahun terakhir. Berbagai kekuatan eksternal dari kemajuan teknologi sampai kegiatan-kegiatan persaingan dan perubahan pola kehidupan, dapat menekan organisasi untuk mengubah tujuan, struktur dan metode operasinya.
Kekuatan-kekuatan perubahan eksternal, meliputi :
1.      Kebudayaan
2.      Pendidikan
3.      Sosial
4.      Politik
5.      Ekonomi
6.      Teknologi

2.    Kekuatan-kekuatan internal
Kekuatan-kekuatan pengubah internal merupakan hasil dari factor-faktor seperti tujuan, strategi, kebijaksanaan manajerial dan teknologi baru serta sikap dan perilaku para karyawan. Sikap dan ketidak puasan karyawan seperti ditunjukkan dalam tingkat perputaran atau pemogokan, dapat menyebabkan berbagai perubahan dalam kebijaksanaan dan praktek manajemen.
Kekuatan-kekuatan perubahan internal, meliputi :
1.      Kegiatan-kegiatan karyawan
2.      Tujuan organisasi
3.      Strategi dan kebijaksanaa
4.      Teknologi    

3.    Cara-cara Penanganan Perubahan
Ada dua pendekatan penanganan perubahan organisasi:
1.      Proses perubahan reaktif. Manajemen bereaksi atas tanda-tanda bahwa perubahan dibutuhkan, pelaksanaan modifikasi sedikit demi sedikit untuk menangani masalah tertentu yang timbul. Sebagai contoh, bila peraturan baru dari pemerintah mensyaratkan perusahaan untuk mempunyai perlindungan terhadap kebakaran, maka manajer mungkin akan membeli alat pemadam kebakaran.
2.      Program perubahan yang direncanakan (planned change), disebut sebagai proses proaktif. Manajemen melakukan berbagai investasi waktu dan sumberdaya lainnya yang berarti untuk mengubah cara-cara operasi organisasi. Perubahan yang direncanakan ini didefinisikan sebagai perancangan dan implementasi inovasi struktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu perubahan dalam filsafat, iklim dan gaya pengoperasian secara sengaja. Pendekatan ini tepat bila keseluruhan organissi, atau sebagian besar satuan organisasi, harus menyiapkan diri untuk atau menyesuaikan dengan perubahan.
Di dalam proses perubahan, terdapat seorang atau individu yang bertanggung jawab atas peranan kepemimpinan dalam proses pengelolaan perubahan. Individu ini disebut dengan “Change Agent” (pengantar perubahan). Sedangkan individu atau kelompok yang merupakan sasaran perubahan disebut “sistem klien”. Pengantar perubahan ini dapat berasal dari para anggota organisasi atau dapat sebagai konsultan dari luar organisasi.

B.            PERUBAHAN
Perubahan adalah transformasi dari keadaan yang sekarang menuju keadaan yang diharapkan di mas yang akan datang, suatu keadaan yang lebih baik.Perubahan dalam skala yang sangat luas dikemukakan oleh Toffler (1980:23) yang menyatakan bahwa telah terjadi gelombang pertama sebagai revolusi pertanian, disusul dengan gelombang kedua berupa revolusi industri. Dalam melihat adanya gejala perubahan, terdapat beragam pandangan tentang bagaimana terjadinya perubahan tersebut, ada yang memandang perubahan sebagai suatu proses, ada yang melakukan dalam bentuk tahapan, ada pula yang melakukan dengan pendekatan sistem, dan ada pula yang mengajukan perubahan sebagai suatu model.
Penangan situasi perubahan yang buruk dapat membawa konsekuensi, termasuk
1)      timbulnya frustasi dan bukan strategi yang baik;
2)      biaya implementasi mungkin meningkat;
3)      hilangnya manfaat yang diharapkan dari perubahan;
4)      konsekuensi perubahan terhadap manusia dapat menjadi lebih besar;
5)      motivasi dalam organisasi mungkin menurun karena orang merasa bingung dan kalang kabut;
6)      resistensi tehadap perubahan ke depan meningkat karena orang merasa takut dengan memerhatikan perubahan yang sedang berjalan. Dengan demikian, pemahaman segenap sumber daya manusia tentang fungsi, peran, keterampilan, aktivitas, dan pendekatan dalam menjalankan manajemen mempunyai arti penting untuk mencapai tujuan organisasi, terutama dalam kondisi lingkungan yang selalu berubah.

C.            PANDANGAN TERHADAP PROSES PERUBAHAN
1.      Metafora air tenang
Dulu, sekitar tahun 50-an sampai akhir 70-an, menurut analisis para pakar manajemen, perubahan di dunia industri itu digambarkan seperti air tenang yang mengalir. Metafora ini menjelaskan bahwa perubahan saat itu bisa dibaca sebab-sebabnya, tanda-tandanya, dan polanya pun tidak membingungkan.
2.      Metafora arus jeram
Tetapi setelah tahun itu, perubahan yang kerap terjadi di dunia kerja itu sudah tidak seperti air tenang yang mengalir lagi. Perubahan yang terjadi lebih tepat dimetaforakan dengan istilah arus jeram. Gelombangnya dahsyat, ombaknya tak karuan, sebab-sebabnya tidak terdeteksi, dan polanya pun lebih sering membingungkan.
Seperti yang kita alami sejak di awal-awal krisis, kejadian buruk yang terjadi di dunia luar sana ikut mempengaruhi kehidupan kita di tingkat pribadi, dimana pun kita tinggal, profesi apapun yang kita sandang, atau mata uang apapun yang kita pakai. Meskipun yang naik itu harga minyak mentah dunia, entah apa sebabnya, tetapi kenaikan itu mempengaruhi besaran ongkos kita pergi ke kantor, mempengaruhi biaya makan siang, mempengaruhi belanja dapur bulanan, dan seterusnya.
Terlepas kita suka atau tidak suka, menyalahkan faktor eksternal atau menyalahkan siapa saja, tetapi sebetulnya dunia ini hanya ingin melihat bagaimana kita mengoperasikan seluruh kapasitas yang kita miliki dalam meresponi perubahan yang seperti arus jeram itu. Secara teori sering dijelaskan bahwa bagaimana seseorang menghadapi perubahan itu hasilnya bisa dikelompokkan menjadi tiga di bawah ini:
a.       Kelompok pemenang (the winner). Kelompok ini mendapatkan untung (secara materi atau non-materi) dari perubahan dengan melakukan adaptasi, menciptakan kreasi, atau meraih prestasi yang lebih tinggi lagi.
b.      Kelompok pecundang (the loser). Kelompok ini akhirnya menjadi korban dari perubahan. Mereka larut, hanyut, atau lari menghindari perubahan dengan reaksi yang tidak produktif
c.       Kelompok potensial (potential winner atau loser).Kelompok ini berada di tengah yang belum jelas kemana arahnya. Mungkin akan masuk ke kelompok winner dan mungkin juga akan masuk ke kelompok loser.
Dalam prakteknya, hasil di atas sangat mungkin sekali tidak terjadi secara otomatik. Ada yang butuh proses lama dan ada yang sebentar. Atau juga mungkin masuk ke kelompok ketiga dulu. Misalnya saja ada sekelompok karyawan yang di-PHK karena perusahaan sudah tidak bisa lagi menanggung biaya operasional yang tinggi. Untuk pertama kalinya, semua karyawan itu memiliki reaksi emosi yang bisa dibilang sama atau mirip sama, misalnya: sedih, menolak, bingung, merasa tak berdaya, terhantui oleh rasa malu yang bakal terjadi, dan lain-lain.
Nah, yang sebetulnya akan membedakan mereka bukan reaksi emosi pertama itu. Mereka akan dibedakan oleh apa yang akan mereka lakukan setelah peristiwa buruk itu terjadi (emosi kedua). Pemenang akan cepat menghentikan reaksi pertama yang negatif dengan mendatangkan emosi kedua yang positif. Sebaliknya, pecundang akan menambah bobot reaksi pertama yang negatif itu menjadi semakin negatif.
"Kebanyakan orang terlalu lama melihat kesuraman,
sehingga tidak bisa melihat peluang yang sudah datang"
3.      Tiga Kompetensi Kunci
Bagaimana supaya kita bisa menjadi kelompok pemenang? Bagaimana supaya kita tidak masuk ke dalam kelompok pecundang? Bagaimana supaya kita tidak terlalu lama menjadi bagian kelompok potensial yang belum jelas? Secara tehniknya, pasti naluri kita sudah mengajarkan sesuatu. Cuma, kalau kita sejenak membahas dari sisi konsepnya, mungkin kita bisa belajar dari temuan-temuan di bidang olahraga (sport psychology).
Kajian di bidang olahraga punya temuan yang bisa kita jadikan acuan. Agar seorang atlit itu bisa tampil di lapangan dengan bagus, entah dia dulu seorang juara atau bukan, atlit itu harus memiliki tiga modal utama. Pertama adalah modal mental, kedua adalah modal tehnik, dan ketiga adalah modal fisik atau material.
Baik dari kajian dan pengalaman, modal mental ternyata punya porsi peranan yang paling besar, meskipun berbeda-beda prosentase yang diakuinya. Ada yang menyebutnya 50%, 80%, dan bahkan ada yang mengatakan sampai 90%. Jika mengacu ke sini, berarti kita semua sudah punya sebagian besar modal untuk menjadi winner dalam menghadapi masa sulit ini.
Pertanyaannya adalah, modal mental seperti apa yang kita butuhkan? Kalau mengacu ke konsep kompetensi dalam manajemen, ada tiga modal mental yang paling inti agar kita menjadi orang yang efektif dalam menghadapi perubahan (personal effectiveness) atau winner. Apa saja ketiga modal mental itu?
a.         Pengendalian diri (Self Control)
Modal mental pertama adalah kemampuan menggunakan (mengontrol) berbagai ledakan emosi (self-control). Orang yang rendah kemampuannya di sini akan reaktif dan terus reaktif (terbawa hanyut ke dalam situasi yang sulit). Sedangkan orang yang tinggi kemampuannya di sini akan cepat proaktif (punya kesadaran untuk memilih yang positif). Untuk mengecek sejauh mana kita punya kemampuan di sini, kita bisa melihat petunjuk di bawah ini:
b.        Kepercayaan diri
Modal mental kedua adalah kepercayaan-diri (pede). Seperti yang sudah kita bahas di sini, pede adalah sejauhmana kita punya keyakinan atas kemampuan yang kita miliki berdasarkan alasan, bukti, atau semangat yang positif untuk mewujudkan tujuan atau untuk mengatasi masalah. Orang yang pede-nya rendah akan terus menuding faktor eksternal dengan tujuan hanya untuk menuding. Sebaliknya, orang yang pede-nya tinggi akan cepat act on decision (memutuskan langkah perbaikan sebagai panggilan tanggung jawab). Kalau saat ini kita merasa belum pede (rendah), kita bisa meningkatkannya dengan cara-cara di bawah ini:
·      Lakukan hal-hal yang sanggup kita lakukan sampai bisa melihat bukti (hasil) bahwa ternyata kita mampu. Ini bisa kita pilih dari apa yang sudah kita bahas di Bagian Kedua. Semakin banyak bukti yang sanggup kita kumpulkan, bahwa ternyata kita sanggup mewujudkan rencana dan sanggup mengatasi masalah, maka semakin kuatlah pede kita.
·      Melihat orang lain yang sudah berhasil dan sangat mungkin bisa kita ikuti langkah-langkahnya (learn from others). Kalau mental kita sedang down, jangan mencari orang lain yang sedang down juga. Nanti bisa malah tambah down. Temukan orang lain yang bisa meng-inspirasi.
·      Menambah pengetahuan dengan berbagai cara, entah membaca buku, artikel, mendengarkan ceramah, dan lain-lain. Intinya, kita perlu mengganti atau mengisi pikiran ini dengan masukan-masukan positif
·      Memperkuat keimanan pada Tuhan. Misalnya saja: kalau kita masih dikasih hidup, pasti tidak ada masalah apapun yang bisa membuat kita mati. Misalnya lagi, sesulit apapun masalah yang kita hadapi, pasti masih ada sesuatu yang bisa kita lakukan.
·      Dan lain-lain
c.         Kemampuan berpikir
Modal mental ketiga adalah kemampuan berpikir. Ini sebetulnya sudah kita bahas di Bagian Pertama. Intinya, kemampuan berpikir ini terkait dengan sejauhmana kita bisa membuat target, sasaran, atau arah pengembangan dan perbaikan yang akurat (bisa kita capai dari keadaan kita), sejauhmana kita bisa membedakan masalah eksternal dan internal, persepsi dan fakta (analitis), dan sejauhmana kita bisa melihat berbagai kemungkinan yang bisa kita tempuh (kreatif).
Nah, apa yang sudah kita bahasa di Bagian Kedua itu, tentang hal-hal yang bisa kita lakukan, dari yang paling tidak ideal sampai ke yang paling ideal, itu semua adalah cara-cara untuk melatih kemampuan berpikir. Yang perlu kita jauhi adalah, jangan sampai kita mempertahankan diri hanya karena untuk kepentingan egoisme-kebenaran-sendiri sehingga langkah kita terjepit karena salah berpikir. Atau juga terobsesi mendapatkan hasil besar dengan cara cepat tanpa dibekali pengetahuan yang akurat tentang diri.
"Satu-satunya yang membuat seseorang lari dari masalah
adalah kepercayaan-diri yang rendah" (Mohammad Ali, mantan petinju)

D.           MENGELOLA PERUBAHAN
Perubahan suatu organisasi merupakan esensi dari kreativitas dan inovasi dalam organisasi. Untuk mendorong perubahan diperlukan adanya agen perubahan (agent of change). Agen perubahan ini merupakan individu dan kelompok yang mengupayakan terjadinya perubahan kepada orang lain maupun sistem sosial. Biasanya, agen perubahan dipilih oleh pimpinan, dimana unsur pimpinan terlibat di dalamnya. Keterlibatan pimpinan tertinggi dalam agen perubahan akan semakin mengoptimalkan perubahan yang diharapkan. Keterlibatan yang dimaksud tidak hanya dalam struktur organisasi tim perubahan organisasi, namun juga peran aktifnya dalam pemikkiran, tindakan, keteladanan, dan dukungan sumber daya agar perubahan organisasi dapat secara efektif terjadi.
Perubahan organisasi dapat terjadi melalui mekanisme top down maupun bottom up. Perubahan top down, didorong oleh level atas, untuk kepentingan strategis organisasi. Biasanya perubahan yang bersifat top down akan terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan bersifat lebih komprehensif dibanding dengan perubahan yang bersifat bottom up. Perubahan botom up adalah perubahan yang di dorong dari level bawah menuju ke atas. Biasanya perubahan ini didukung oleh manajemen level bawah dan menengah sebagai agen perubahan. Perubahan bottom up dapat dilihat pada inovasi teknologi maupun perbaikan prosedur kerja, di mana idenya berasal dari karyawan level bawah yang berada di lapangan dan melihat perlunya dilakukan perubahan untuk perbaikan organisasi.

Jenis-jenis Perubahan
Secara umum ada dua jenis perubahan yang terjadi dalam suatu organisasi :
1.      Perubahan Proaktif
Perubahan proaktif atau biasa disebut terencana ini adalah perubahan yang dirancang dan diimplementasikan secara berurutan dan tepat waktu sebagai antisipasi dari peristiwa di masa mendatang. Perubahan yang direncanakan bertujuan untuk menyiapkan seluruh organisasi atau sebagian besar untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan signifikan dalam sasaran dan arah suatu organisasi.
2.      Perubahan Reaktif
Perubahan reaktif atau tidak terencana merupakan perubahan yang bersifat spontanitas dan tanpa arahan. Perubahan yang dilakukan sebagai reaksi terhadap tanda-tanda bahwa perubahan itu diperlukan.

Proses Efektif Perubahan Organisasi
Dua hal menjadi penyebab kegagalan melaksanakan perubahan adalah pertama orang tidak mau (tidak mampu) untuk mengubah sikap dan tingkah laku yang sudah lama menjadi kebiasaan, kedua orang yang mencoba cara kerja berbeda dalam waktu singkat, bila diberi kebebasan cenderung untuk kembali ke pola tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaan.
Edgar H. Schein mengemukakan tiga langkah proses efektif perubahan organisasi sebagai berikut :

1.   Unfreezing (pencairan)
Membuat kebutuhan terhadap perubahan demikian jelas sehingga individu, kelompok dan organisasi siap melihat dan menerima bahwa perubahan perlu terjadi. Langkah ini biasanya dikaitkan dengan diagnosis, yang menggunakan pakar eksternal yang disebut agen perubahan (change agent) yaitu spesialis OD (organizational development) yang melaksanakan diagnosis sistematis atas organisasi dan mengidentifikasi masalah-masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Diagnosis membantu karyawan menyadari masalah-masalah perilaku mereka.

2.   Changing (pengubahan)
Menemukan dan mengadaptasi sikap, nilai dan tingkah laku baru dengan bantuan agen perubahan terlatih memimpin individu, kelompok dan seluruh organisasi melewati proses tersebut. Individu-individu bereksperimen dengan perilaku-perilaku baru dan mempelajari keahlian-keahlian baru yang dapat digunakan dalam lingkungan kerja.

3.   Refreezing (pemantapan)
Transformasi pola tingkah laku menjadi norma baru melalui penguatan dan dukungan mekanisme. Di sini individu-individu menerapkan sikap dan nilai baru dan organisasi memberi imbalan untuk itu. Dampak dari perilaku baru dievaluasi dan diperkuat.

Pendekatan Perubahan Organisasi
Harold J. Leavitt menyatakan bahwa organisasi dapat diubah melalui pengubahan struktur, teknologi dan atau orang-orangnya.
1.        Pendekatan struktur
Pengubahan struktur organisasi menyangkut modifikasi dan pengaturan sistem internal, seperti acuan kerja, ukuran dan komposisi kelompok kerja, sistem komunikasi, hubungan-hubungan tanggung jawab atau wewenang. Pendekatan struktural dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari :
a.    Melalui aplikasi prinsip-prinsip perancangan organisai klasik. Pendekatan ini berusaha untuk memperbaiki penciptaan pembagian kerja yang tepat dari tanggung jawab jabatan para anggota organisasi, pengubahan rentang manajemen, deskripsi jabatan dan sebagainya.
b.    Melalui desentralisasi. Hal ini didasarkan pada penciptaan satuan-satuan organisasi yang lebih kecil dan dapat berdiri sendiri dan memutuskan perhatian pada kegiatan yang berorientasi tinggi. Hasilnya perbaikan prestasi kerja.
c.    Melalui modifikasi aliran kerja dalam organisasi. Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa aliran kerja dan pengelompokan keahlian yang tepat akan berakibat kenaikan produktifitas secara langsung dan cenderung memperbaiki semangat dan kepuasan kerja.

2.        Pendekatan teknologi
Untuk mremperbaiki prestasi, F.W. Taylor dan pengikutnya mencoba menganalisa dan memperbaiki interaksi-interaksi pada karyawan dan mesin-mesin untuk meningkatkan efisiensi sehubungan dengan perubahan teknologi. Adakalanya perubahan yang dilakukan ternyata sering tidak cocok dengan struktur organisasi.
Hal ini dapat menciptakan ketidaksenangan dan pemutusan hubungan diantara para anggota organisasi, akibanya terjadi penurunan produktivitas, lebih banyak kecelakaan dan tingkat perputaran karyawan yang tinggi.
        Penggabungan pendekatan struktural dan pendekatan teknologi (teknostruktural) bermaksud memperbaiki prestasi melalui perubahan berbagai aspek, baik struktur organisasi maupun teknologinya, contohnya pengenalan teknologi baru yang diikuti pengorganisasian kembali.

3.        Pendekatan orang
Pendekatan orang bermaksud untuk mengubah secara langsung perilaku karyawan melalui pemusatan pada keterampilan sikap, persepsi dan pengharapan mereka, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan efektif.

Resistensi Terhadap Perubahan
Dampak utama dari kesalahan yang dilakukan dalam mengelola perubahan adalah munculnya resistensi dari seluruh anggota yang terkait terhadap perubahan yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi. Kreitner dan Kinicki (2001) mendefinisikan resistensi terhadap perubahan sebagai suatu reaksi emosional maupun tingkah laku yang muncul sebagai respon terhadap munculnya  ancaman, baik nyata atau  imajiner bila terjadi perubahan pada pekerjaan rutin. Adapun beberapa hal yang menjadi alasan terjadinya resistensi terhadap perubahan organisasi, yaitu :
a.  Kebiasaan
Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang hidup dari kebiasaan yang dibangunnya. Kebiasaan ini akan lebih mempermudah manusia untuk menjalankan kehidupannya yang sudah cukup kompleks. Saat dihadapkan pada perubahan, maka manusia akan cenderung untuk enggan melakukan penyesuaian atas kebiasaan yang selama ini ia lakukan   Sebagai contoh : seseorang akan cenderung untuk melalui rute perjalan menuju kantor yang biasa dilaluinya setiap hari yang jarak tempuhnya lebih panjang, dibandingkan  melalui jalur baru yang belum ia kenal yang jarak tempuhnya lebih pendek.
b. Ketakutan terhadap munculnya dampak yang tidak diinginkan
Perubahan tak jarang  menimbulkan ketidak-pastian, karena perubahan membuat seseorang bergerak dari suatu situasi yang ia ketahui menuju pada situasi yang tidak diketahuinya. Akibatnya orang yang bersangkutan akan merasa takut bahwa dampak perubahan akan merugikan dirinya.
c.  Faktor-faktor ekonomi
Berkurangnya penghasilan, kenaikan gaji yang tidak sesuai harapan, meningkatnya ongkos angkutan, merupakan faktor-faktor ekonomi yang dapat menjadi penyebab munculnya resistensi terhadap perubahan. Bila perubahan memberikan dampak ekonomi  yang cukup besar terhadap seseorang, maka dapat diramalkan bahwa resistensi  dari orang yang bersangkutan terhadap perubahan akan semakin kuat.
d.  Tidak adanya kepercayaan dalam situasi kerja
Seorang manajer yang membangun hubungan kerja dengan bawahannya atas dasar ketidak-percayaan, akan lebih mungkin menghadapi resistensi dari  bawahannya bila ia menggulirkan perubahan. Sementara seorang manajer yang mempercayaai bawahannya akan memperlakukan perubahan sebagai hal yang sifatnya terbuka, jujur dan partisipatif. Di sisi lain, bawahan yang dipercaya oleh atasannya akan  mungkin untuk melakukan upaya yang lebih baik dalam menghadapi perubahan dan melihat perubahan sebagai sebuah kesempatan. Hal ini terjadi karena tumbuhnya kepercayaan/ketidak-percayaan dalam hubungan kerja bersifat timbal balik.   
e. Takut mengalami kegagalan
Proses perubahan pada pekerjaan yang bersifat menekan karyawan, akan dapat memunculkan keraguan pada karyawan akan kemampuannya untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Keraguan ini lambat laun akan mengkikis kepercayaan dirinya dan melumpuhkan pertumbuhan dan perkembangan dirinya.
f. Hilangnya status atau keamanan kerja
Pemanfaatan  teknologi atau sistim administrasi yang baru di dalam dunia kerja , pada satu sisi dapat mempercepat proses kerja. Namun pada sisi lainnya akan dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah pekerjaan. Dampak inilah yang dikawatirkan oleh para karyawan bila terjadi perubahan. Buat sebagian besar karyawan, hilangnya pekerjaan dapat diartikan sebagai hilangnya status dan juga hilangnya penghasilan. Untuk alasan inilah maka, para karyawan cenderung untuk resisten terhadap perubahan.
g.  Tidak ada manfaat yang diperoleh dari perubahan
Seseorang akan melakukan resistensi terhadap perubahan bila yang bersangkutan memperkirakan atau melihat bahwa dirinya tidak akan mendapatkan manfaat bila melakukan perubahan.

Mengatasi Resistensi Terhadap Perubahan
Untuk menangani penolakan terhadap perubahan, yang dapat dilakukan organisasi yaitu
1.      Pendidikan dan komunikasi
Memberikan penjelasan tentang kebutuhan akan perubahan dan logika dari perubahan kepada individu, kelompok dan organisasi secara keseluruhan. Pendekatan ini digunakan bila ada kekurangan informasi atau informasi yang tidak tepat serta kekurangan analisanya.
2.      Partisipasi dan penyertaan
Meminta atau mengikutsertakan anggota organisasi untuk membantu mendesain perubahan. Pendekatan ini dapat digunakan bila pemrakarsa tidak mempunyai semua informasi yang dibutuhkan untuk mendesain perubahan dan orang lain mempunyai kekuatan cukup besar untuk menolak perubahan.
3.      Memberi fasilitas dan dukungan
Memberikan program pelatihan ulang, liburan, dukungan emosional dan memahami orang yang terpengaruh terhadap perubahan. Pendekatan ini dapat digunakan bila orang akan menolak karena masalah penyesuaian.
4.      Negosiasi dan persetujuan
Melakukan negosiasi dengan penolak potensial atau mengusahakan surat pemahaman tertulis. Pendekatan ini digunakan bila beberapa orang atau organisasi dengan kekuatan besar akan menolak perubahan.
5.      Manipulasi dan pemilihan menjadi anggota
Memberikan peran yang diinginkan oleh orang yang berpengaruh dalam mendesain atau mengimplementasikan proses perubahan. Pendektan ini digunakan bila taktik lain tidak akan berhasil atau terlalu mahal.
6.      Memaksa secara terang-terangan dan terselubung
Menakut-nakuti dengan kehilangan pekerjaan atau pemindahan, tidak dipromosikan dan sebaginya. Pendekatan ini digunakan bila kecepatan dalam proses perubahan diperlukan dan pemrakarsa perubahan memiliki kekuatan yang cukup besar.

E.            HAL-HAL TERKINI DALAM MENGELOLA PERUBAHAN
Dalam dunia modern saat ini terdapat banyak perubahan-perubahan dalam berbagai hal, seperti perubahan budaya organisasi, peningkatan mutu yang berkelanjutan vs proses perekayasaan ulang, dan penanganan stres karyawan. Hal itu semua merupakan pertimbangan yang sangat penting bagi para manajer.

MENGUBAH BUDAYA ORGANISASI
     Pada awalnya orang berpendapat bahwa budaya organisasi yang sudah ditanamkan oleh, pendiri dan sekaligus pemimpin tidak dapat atau sulit untuk berubah. Namun, perkembangan menunjukkan bahwa perubahan budaya bukanlah suatu hal yang tidak mungkin.
Bahkan apabila terjadi perubahan lingkungan, melakukan perubahan adalah suatu keharusan apabila tidak ingin tertinggal dalam perkembangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kinerja organisasi dapat meningkat karena adanya perubahan budaya organisasi.
Perubahan budaya organisasi di satu sisi dapat meningkatkan kinerja, namun di sisi lain dapat pula mengalami kegagalan apabila tidak dipersiapkan dan dikelola dengan benar. Namun, apabila tidak melakukan perubahan budaya organisasi, sedangkan lingkungan berubah, dapat dipastikan mengalami kegagalan. Paling tidak perubahan harus dilakukan untuk dapat mempertahankan diri dari tekanan persaingan.
Dalam buku Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi oleh Stephen P. Robbins pada tahun 1996, bukti mengemukakan bahwa perubahan budaya paling mungkin terjadi bila kebanyakan atau semua kondisi berikut ini ada:
1)   Suatu krisis dramatis. 
2)   Pergantian kepemimpinan.
3)   Organisasi yang muda dan kecil.
4)   Budaya lemah. 
Jika kondisi-kondisi mendukung perubahan budaya, hendaknya sebagai manajer mempertimbangkan saran-saran berikut:
1.        Buatlah orang-orang manajemen puncak menjadi model peran yang positif, dengan menentukan nada lewat perilaku mereka.
2.        Ciptakan cerita, lambang, dan ritual baru untuk menggantikan yang dewasa ini berlaku.
3.        Pilih, promosikan, dan topang karyawan yang mendukung nilai-nilai baru yang dicari.
4.        Rancang ulang proses sosialisasi untuk digandeng dengan nilai-nilai baru itu.
5.        Ubahlah sistem imbalan untuk mendorong penerimaan atas seperangkat nilai yang baru
6.        Gantilah norma-norma tidak tertulis dengan aturan dan pengaturan formal yang dijalankan dengan ketat
7.        Guncanglah anak-budaya yang berlaku lewat transfer, perputaran pekerjaan, dan/atau pemutusan hubungan kerja.
8.        Berusahalah untuk memperoleh konsensus kelompok dari rekan sekerja lewat pemanfaatan partisipasi karyawan dan menciptakan suatu iklim dengan tingkat kepercayaan yang tinggi.
Dengan melaksanakan sebagian besar atau semua saran ini tidak akan menghasilkan pergeseran yang segera atau drastis dalam budaya organisasi. Dalam analisis final, perubahan budaya meruapkan proses yang panjang dan tahunan. Tetapi jika pertanyaannya adalah, “Dapatkah budaya diubah?” jawabanya adalah, “Dapat!”

MENANGANI STRES KARYAWAN

APAKAH STRES ITU?
     Stres adalah tekanan fisik dan psikologi yang dirasakan seseorang ketika ia menghadapi atau mengalami permintaan yang luar biasa, hambatan atau peluang di mana hasilnya dianggap tak pasti dan penting.
Stres sendiri tidaklah terlalu buruk. Meskipun stres sering dibahas dalam konteks yang negatif, stres juga memiliki nilai yang positif, terutama jika posisi stres itu menawarkan posisi keuntungan.
Namun, stres lebih sering dikaitkan dengan kendala dan tuntutan. Kendala mencegah kita melakukan apa yang kita kehendaki dan tuntutan merujuk ke hilangnya sesuatu yang diinginkan.
Semata-mata karena kondisi tertentu cocok bagi munculnya stres tidak selalu berarti stes akan muncul. Harus ada dua kondisi agar potensi stres menjadi stres aktual. Harus ada ketidakpastian mengenai hasilnya, dan hasil itu harus penting. Tanpa adanya kedua kondisi tersebut, keadaan yang membuat stres muncul hanya jika terdapat keraguan atau ketidakpastian mengenai apakah peluang akan diraih, apakah kendalanya akan hilang, atau apakah kerugiannya akan terhindarkan. Akibatnya, stres itu sangat tinggi bagi orang yang tidak memiliki ketidakpastian apakah mereka akan menang atau kalah dan sangat rendah bagi orang yang menganggap bahwa menang atau kalahnya sudah pasti. Pentingnya hasil itu meruakan faktor yang menentukan.

PENYEBAB STRES
        Penyebab stres dapat ditemukan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan organisasi atau faktor-faktor pribadi yang muncul dari kehidupan pribadi sang karyawan. Jelaslah, segala macam perubahan berpotensi menimbulkan stres. Perubahan dapat menyajikan peluang, kendala, atau tuntutan. Berikut adalah contoh-contoh penyebab stres
§  Mulai tempat kerja baru/pindah rumah/emigrasi.
§  Kehilangan orang yang dicintai baik karena meninggal atau cerai.
§  Masalah hubungan pribadi.
§  Pelajaran sekolah maupun pekerjaan yang membutuhkan jadwal waktu yang ketat, dan atau bekerja dengan atasan yang keras dan kurang pengertian.
§  Tidak sehat.
§  Lingkungan seperti terlalu ramai, terlalu banyak orang atau terlalu panas dalam rumah atau tempat kerja.
§  Masalah keuangan seperti hutang dan pengeluaran di luar kemampuan.
§  Kurang percaya diri, pemalu
§  Terlalu ambisi dan bercita-cita terlalu tinggi.
§  Perasaan negatif seperti rasa bersalah dan tidak tahu cara pemecahannya, frustasi.
§  Tidak dapat bergaul, kurang dukungan kawan.
§  Membuat keputusan masalah yang bisa merubah jalan hidupnya atau dipaksa untuk merubah nilai-nilai/prinsip hidup pribadi.

GEJALA STRES
            Gejala stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu :
1)      Secara Fisik
§  Perubahan metabolisme, peningkatan denyut jantung dan nafas, peningkatan tekanan darah, sakit kepala, dan potensi sakit jantung.
2)      Secara Psikologi
§  Ketidakpuasan terkait dengan pekerjaan, kecemasan, perasaan terganggu, kebosanan, dan penundaan
3)      Secara Sikap
§  Perubahan produktivitas, keabsenan, perpindahan pekerjaan, perubahan kebiasaan makan, peningkatan penggunaan rokok atau konsumsi alkohol, bicara yang cepat, gelisah, dan gangguan tidur / insomnia

MENGURANGI STRES
§Lihat/ukur kemampuan sendiri. Belajar untuk menerima apa adanya dan mencintai diri sendiri.
§Temukan penyebab perasaan negatif dan belajar untuk menanggulanginya. Jangan memperberat masalah dan coba untuk sekali-kali mengalah terhadap orang lain meskipun mungkin anda di pihak yang benar.
§Rencanakan perubahan-perubahan besar dalam kehidupan anda dalam jangka lama dan beri waktu secukupnya bagi diri anda untuk menyesuaikan dari perubahan satu ke yang lainnya.
§Rencanakan waktu anda dengan baik. Buat daftar yang harus dikerjakan sesuai prioritas.
§Buat keputusan dengan hati-hati. Pertimbangkan dengan masak-masak segi baik atau buruk sebelum memutuskan sesuatu.
§Biarkan orang lain ikut memikirkan masalah anda.
§Bangun suatu sistim pendorong yang baik dengan cara banyak berteman.
§Rencanakan waktu untuk rekreasi.

TANTANGAN YANG TERUS MENERUS UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN YANG SUKSES
     Perubahan organisasional tak hanya diperlukan ketika strategi berubah atau terjadi krisi. Ini merupakan tantangan sehari-hari yang harus dihadapi para manajer. Masing-masing perubahan diikuti dengan berbagai perubahan lainnya dalam struktur, teknologi, dan orang.
Apa yang diperlukan organisai untuk berubah? Berikut karakteristiknya :
§  Menghubungkan masa kini dengan masa depan
§  Membuat cara hidup sebagai pelajaran
§  Secara aktif mendukung dan mendorong peningkatan dan perubahan sehari-hari.
§  Memastikan tim yang beragam
§  Mendorong organisasi yang tidak lazim
§  Terobosan tempat bernaung
§  Memadukan teknologi
§  Membangun dan memperdalam kepercayaan
Namun dalam prosesnya tidak semua perubahan berjalan dengan semestinya. Oleh karena itu apabila pemimpin perubahan ingin melakukan perubahan dengan sukses, maka mereka dapat memerhatikan hal-hal, sperti menciptakan suatu pernyataan yang sederhana dan memaksa tentang keperluan perubahan; berkomunikasi secara tetap dan jujur dalam proses; memperoleh partisipasi karyawan sebanyak mungkin; menghormati keprihatinan karyawan tentang perubahan tetapi mendorong mereka untuk lebih fleksibel; menyingkirkan mereka yang menolak tapi jika hanya semua usaha yang mungkin telah dilakukan untuk memperoleh komitmen mereka akan perubahan; bertujuan untuk keberhasilan jangka pendek karena perubahan skala besar dapat memakan waktu yang lama; dan menetapkan contoh yang positif.
Dan yang terkahir dalam membuat perubahan itu terjadi dengan sukses meliputi semua anggota organisasional terlibat. Perubahan organisasional bukanlah pekerjaan satu orang saja. Karyawan individu adalah sumber yang kuat dalam mengenali dan mengatasi masalah perubahan. Manajer perlu mendorong karyawan untuk menjadi agen perubahan untuk memeriksa peningkatan sehari-hari dan perubahan yang dapat dibuat seseorang dalam tim.

F.            MERANGSANG INOVASI
Memenangkan bisnis sekarang ini memerlukan inovasi.itulah kenyataan yang dihadapi oleh manajer sekarang ini.Dalam dunia e-bisnis yang dinamis dan kacau serta persaingan global,organisasi harus menciptakan produk dan jasa yang serta mempunyai teknologi yang canggih jika mereka ingin bersaing.

Kreativitas vs Inovasi
Kreativitas adalah kemapuan untuk menggabungkan ide-ide dengan cara yang unik atau membuat hubungan yang   tidak biasa diantara ide-ide
Inovasi adalah proses mencari ide kreatif dan mengubahnya menjadi produk atau jasa atau metode kerja yang inovatif
Oraganisasi yang inovatif itu dicirikan oleh kemampuannya menyalurkan kreatifitas menjadi hasil-hasil yang bermanfaat.

Merangsang dan Memelihara Inovasi
Ada tiga variabel yang ternyata mampu merangsang inovasi,yaitu ;
Variable struktur
1.        Struktur organic
·         Karena jenis organisasi itu rendah formlisasi,sentralisasi,dan spesialisasi kerjanya,struktur organic memudahkan fleksibilitas,kemampuan beradaptasi,dan pemupukan silang yang dibutuhkan untuk memunculkan inovasi.
2.        Sumber daya melimpah
·         Melimpahnya sumber daya berarti manajemen mempu membeli inovasi ,mampu membayar biaya melembagakan inovasi dan mampu menyerap kegagalan.
3.        Komunikasi
·         Tim lintas fungsi,satuan tugas,dan desain organisasi semacam itu mampu memperlancar interaksi dan komunikasi antar departemen
4.        Manajemen tekanan waktu
·         Organisasi yang inovatif mencoba meminimalkan tekanan waktu yang ekstrem pada kegiatan kreatif dengan mengesampingkan permintaan lingkungan

Variable budaya
·         Menerima ambiguitas,Terlampau banyak penekanan pada obyektivitas dan kekhususan yang menghambat kreatifitas
·         Menolerir hal yang tidak praktis,Orang-orang yang membrikan jawaban-jawaban yang tidak praktis atau bahakan tolol terhadap pertanyaan “bagaimana seandainya” tidaklah dicegah.Apa yang mulanya kelihatan tidak praktis,dapat menghasilkan solusi yang inovatif.
·         Pengendalian eksternal yang rendah,Aturan atau kebijakan dan kendali organisasi semacam itu dibuat sesedikit mungkin
·         Menolerir resiko,Para karyawan didorong untuk breksperimen tanpa rasa takut terhadap akibatnya.Kesalahan dierlukan untuk modal pembelajaran
·         Menolerir konflik,Keragaman pendapat didorong.Keselarasan dan kesepakatan diantara individu tidak diasumsikan sebagai petunjuk tingginya kinerja
·         Berfokus pada hasil bukan cara,Sasaran dibuat jelas dan orang-orang didorong untuk memikirkan alan alternatef menuju sasaran organisasi
·         Berfokus pada system terbuka,Para manajer memantau dengan ketat lingkungannya dan menanggapi perubahan ketika perubahan itu terjadi
·         Umpan balik yang positf,Manajer memberikan umpan balik yang positif,dorongan,dan dukungan sehingga karyawan merasa ide kreatif mereka mendapat perhatian

Variable sumber daya manusia
     Organisasi yang inovatif itu secara aktif memajukan pelatihan dan pengembangan anggotanya agar pengetauan  mereka senantiaa mutakhir,member karyawan mereka rasa aman kerja yang tinggi untuk mengurangi rasa takut dipecat karena melakukan kesalahan dan mendorong individu menjadi “ jagoan “ perubahan.
Jagoan ide secara aktif dan penuh semangat mendukung ide baru,membangun dukungan,mengatasi penolakan,da memastikan diterapkannya inovasi itu
   Cirri-ciri jagoan ide :
·         Rasa percaya diri yang tinggi
·         Tahan banting
·         Penuh semangat
·         Penuh tenaga
·         Cenderung mengambil resiko
Para jagoan ide juga memiliki jiwa kepemimpinan yang dinamis.Mereka mampu mengilhami dan menyemangati orang lain melalui visi mereka tenteng inovasi dan keyakinan pribadi yang kuat akan misi mereka.Mereka juga mendapatkan persetujuan orang lain untuk mendukung misi mereka.Selain itu,para jagoan ide juga biasanya mempunyai jabatan yang member mereka kebebasan cukup besar untuk pengambilan keputusan.














PENUTUP

A.           Kesimpulan
Dalam dunia organisasi tidaklah menjadi hal yang mustahil untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap budaya dan inovasi dalam hal kinerja dan kepemimpinan. Hal ini sangatlah dibutuhkan agar dalam organisasi tersebut tidaklah terjadi kejenuhan bagi anggota-anggotanya dan perubahan-perubahan yang terjadi itu dapat meningkatkan kinerja suatu organisasi. Akibat perubahan yang ada dapat pula mengurangi tingkat stres karyawan yang sudah tidak nyaman lagi dengan budaya-budaya lama di perusahaan atau organisasi mereka. Oleh karena itu, perubahan budaya dan inovasi dalam organisasi sangatlah penting dan bisa dikatakan menjadi sebuah kebutuhan.